Jumat, 06 Februari 2015

TUNA NETRA

TUNA NETRA

TUGAS
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
yang dibina oleh Ibu Umi Safiul Ummah, M.Pd

Oleh
Asih Mulkiatunnisa     (130153600741)
Ilma Diniyarul Fitri     (130153600719)
Masita Turrahmah       (130153600725)
Renita Dwi Astuti       (130153600718)




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MARET 2014
A.    Pengertian Tunanetra
Secara etimologi kata tunanetra berasal dari tuna yang berarti rusak,netra berarti mata atau penglihatan. Jadi secara umum tunanetra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta,tetapi buta belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Ada anak buta yang sama sekali tidak ada penglihatan,anak semacam ini biasanya disebut buta total. Disamping buta total,masih ada juga anak yang mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa. Istilah buta ini mencakup pengertian yang sama dengan istilah tunanetra atau istilah asingnya blind. Untuk memberikan pengertian yang tepat tentang buta itu, perlu dirumuskan pengertian sebagai berikut: Menurut Slamet Riadi adalah “Seseorang dikatakan buta jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk pendidikan “(Slamet Riadi , 1984, hal. 23). Menurut Pertuni tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).
Pertuni (persatuan tunanetra indonesia) yang berkedudukan di jakarta. Sala satu wadah institusi ormas, yang mengakfokasi hak- hak tunanetra dalam kehidupan dan penghidupan dalam masyarakat. Baik dari segi hukum, HAM (hak asasi manusia) dan pendidikan.
Pengertian secara khusus, bahwa orang yang kehilangan penglihatan sedemikian rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang biasanya dipergunakan disekolah biasa. Sebenarnya anak buta dalam pendidikan tidak saja mempergunakan metode khusus, melainkan juga alat-alat bantu khusus, yang digunakan untuk membaca dan menulis diantaranya adalah : huruf braille, riglet dan pen.

Tunanetra menurut Soedjadi S. (tth:23): Berdasarkan pandangan paedagogis, mereka ini kurang atau sama sekali tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan dalam pendidikan.
Anak  yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang bersangkutan (Scholl, 1986:p.29). Pengertian ini mencakup anak yang memiliki sisa penglihatan dan yang buta.
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan.
Tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain:
a.    Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
b.    Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak  20 kaki.
c.     Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heward & Orlansky, 1988:p.296)
Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan Low Vision apabila:
a.       Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa).
b.      Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima persepsi cahaya.
c.       Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi.
d.      Secara potensial masih dapat menggunakan penglihatannya untuk perencanaan dan atau pelaksanaan suatu tugas.
Tunanetra berasal dari kata tuna dan netra, yang masing-masing berarti rusak/tidak memiliki dan mata/penglihatan, jadi tunanetra berarti rusak penglihatan. Sedangkan pengertian tunanetra dilihat dari kacamata pendidikan : menurut Barraga N (1983:25) adalah “Individu yang mengalami gangguan fungsi penglihatan untuk mengikuti belajar dan mencapai prestasi secara maksimal”.
Anak dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pendidikan anak awas atau normal pada umumnya sehingga untuk mengembangkan potensinya diperlukan layanan pendidikan khusus. Tuna netra di bagi menjadi dua yaitu :
1.      Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila ia masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap dan terang.
2.      Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan butaa apabila ia sudah tidak memiliki sisa penglihatan sehinga tidak dapat membedakan gelap dan terang.
Daniel P Hallahan dan James M Kauffman memberikan batasan mengenai tunanetra sebagai berikut:
For educational purposes, the blind person is one whose sight is so severaly impaired that he or she must be taught to read by Braille or by aural methods (audiotapes and records). The partially sighted person can read print even though magnifying devices or large-print books may be needed .
Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa untuk kepentingan pendidikan, anak tunanetra yang mengalami kelainan yang sangat berat harus diajar membaca dengan menggunakan huruf Braille atau dengan metode pendengaran seperti menggunakan audiotape atau alat perekam lain, sedangkan anak yang mengalami gangguan penglihatan sebagian baru dapat membaca tulisan apabila dibantu dengan menggunakan alat pembesar atau buku yang hurufnya diperbesar.
Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut.
1.      Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.
2.      Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.

B.     Klasifikasi Anak Tunanetra
Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain :
1.      Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
a.       Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b.      Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.       Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d.      Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e.       Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
f.       Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan).
2.      Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :
a.       Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b.      Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c.       Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3.      Menurut WHO, klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan klinis, yaitu :
a.       Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b.      Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4.      Menurut Hathaway, klasifikasi didasarkan dari segi pendidikan, yaitu :
a.       Anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 atau kurang setelah memperoleh pelayanan medik.
b.      Anak yang mempunyai penyimpangan penglihatan dari yang normal dan menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan menyediakan atau memberikan fasilitas pendidikan yang khusus.
5.      Kirk (1962:p.214) mengutip klasifikasi ketunanetraan, yaitu :
a.       Anak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan 2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
b.      Anak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
c.       Anak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat membaca huruf-huruf besar seperti judul berita pada koran.
d.      Anak yang mampu membaca huruf-huruf besar pada koran, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 20/200, akan tetapi ia tidak dapat diharapkan untuk membaca huruf 14 point atau tipe yang lebih kecil.
e.       Anak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih, akan tetapi ia tidak memiliki penglihatan cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan dan anak ini tidak dapat membaca huruf 10 point.
6.      Menurut Howard dan Orlansky,
Klasifikasididasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu :
Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :
a.       Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b.      Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c.       Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

C.    Penyebab Terjadinya Tunanetra
Penyebab tunanetra pada faktor internal dan eksternal :
a.       Faktor internal
Faktor internal merupakan penyebab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri individu, yang sering disebut juga faktor keturunan. Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan antarkeluarga dekat dan perkawinan antartunanetra.
b.      Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dimaksudkan disini merupakan penyebab ketunanetraan yang berasal dari luar diri individu. Antara lain sebagai berikut:
·         Penyakit rubella dan syphilis
Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yang sering berbahaya dan sulit di diagnosa secara klinis.
·         Glaukoma
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan pada bola mata. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat pembentukannya dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran pada bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.
·         Retinopati diabetes
Suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam suplai/aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyakit diabetes.
·         Retinoblastoma
Merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina dan sering ditemukan pada anak-anak.
·         Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu kerusakan pada sensitivitas retina terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. 
·         Terkena zat kimia
Zat-zat kimia juga dapat merusak apabila penggunaannya tidak hati-hati.
·         Kecelakaan
Benturan keras mengenai syaraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata, dapat menyebabkan gangguan penglihatan, bahkan ketunanetraan.

D.    Pencegahan Terjadinya Tunanetra
a.       Pencegahan secara Medis
·         Melakukan pemeriksaan genetika kepada dokter ahli sebelum menikah sehingga akan diketahui apakah gen mereka dapat meneyebabkan kecacatan atau tidak pada anak yang kelak akan dilahirkan.
·         Menghindari penggunaan terapi radioaktif bagi ibu hamil, terutama pada usia kandungan 3 bulan pertama dan 3 bulan ketiga.
·         Pencegahan terhadap virus menular seperti virus rubella, syphilis, dan sebagainya.
·         Pemberian vitamin A dosis tinggi untuk mencegah kekurangan vitamin A .
·         Melakukan pemeriksaan dini kepada dokter mata, apabila terjadi keluhan pada mata secara serius.
b.      Pencegahan secara sosial
Ditinjau dari segi sosial, upaya pencegahan terjadinya tunanetra dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut:
·         Memberikan penyuluhan mengenai penyebab terjadinya tunanetra.
·         Kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
·         Meningkatkan perlindungan keselamatan kerja para buruh di perusahaan-perusahaan, terutama pada perusahaan yang banyak menggunakan bahan kimia.
c.       Pencegahan secara Edukatif
Dalam upaya pencegahan tunanetra  secara edukatif, keluarga dan sekolah memegang peranan penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Peranan keluarga
Keluarga memegang peran penting dalam menanamkan kebiasaan hidup sehat, terutama dalam penggunaan dan pemeliharaan kesehatan penglihatannya.
·         Peranan sekolah
Sekolah sebagai wahana bagi anak untuk memperoleh berbagai pengetahuan, turut berperan dalam upaya mencegah terjadinya ketunanetraan pada para siswa.

E.     KARAKTERISTIK ANAK TUNANETRA
1.      Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis
Menurut Tillman & Obsorg (1969), ada beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas yaitu:
a.       Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti anak awas, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
b.      Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak awas dalam hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan persamaan.
c.       Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif, sedangkan anak awas menggunakan arti yang lebih luas. Contoh, bagi anak tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam, sedangkan bagi anak awas, kata malam mempunyai makna cukup luas, seperti malam penuh bintang atau malam yang indah dengan sinar purnama.
2.      Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial
Beberapa literatur mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak tunanetra yang tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari kebutaannya adalah :
a.       Curiga pada orang lain
Keterbatasan rangsangan visual/penglihatan, menyebabkan anak tunanetra kurang mampu untuk berorientasi pada lingkungannya sehingga kemampuan mobilitasnya pun terganggu.
b.      Mudah tersinggung
Pengalaman sehari-hari yang sering menimbulkan rasa kecewa dapat mempengaruhi tunanetra sehingga tekanan-tekanan suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak sengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.
c.       Ketergantungan pada orang lain
Sifat ketergantungan pada orang lain mungkin saja terjadi pada tunanetra. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena ia belum berusaha sepenuhnya dalam mengatasi kesulitannya sehingga selalu mengharapkan pertolongan orang lain.
3.      Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/sensoris dan Motorik/perilaku
a.       Aspek fisik dan sensoris
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:
1) Mata juling
2) Sering berkedip
3) Menyipitkan mata
4) (kelopak) mata merah
5) Mata infeksi
6) Gerakan mata tak beraturan dan cepat
7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b.      Aspek Motorik/Perilaku
1)      Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini: Menggosok mata secara berlebihan
a.       Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan.
b.      Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata.
c.       Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan.
d.      Membawa bukunya ke dekat mata.
e.       Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
f.       Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
g.      Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
h.      Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
i.        Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.
2)       Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti:
(a) Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.
(b) Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat.
(c) Merasa pusing atau sakit kepala.
(d) Kabur atau penglihatan ganda.

        Disamping karakteristik diatas, berikut ini akan dikemukakan aktivitas-aktivitas motorik yang sering ditunjukkan oleh anak kurang lihat (low vision).
a.       Selalu melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik-titik benda. Dengan mengerutkan dahi, ia mencoba melihat benda yang ada di sekitarnya.
b.      Memiringkan kepala apabila akan memulai melakukan suatu pekerjaan. Hal itu dilakukan untuk mencoba menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.
c.       Sisa penglihatannya mampu mengikuti gerak benda. Apabila ada benda bergerak di depannya, ia akan mengikuti arah gerak benda tersebut sampai benda tersebut tidak tampak lagi.

F.     Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara Pendidikan
Yang paling berat dan pertama kali merasakan dampak ketunanetraan anak adalah keluarganya, terutama orang tua, kehadiran anak tunanetra akan melahirkan berbagai reaksi dari orang tua. Bagaimana reaksi orang tua tersebut dalam menerima kehadiran anaknya yang tunanetra akan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan perkembangan pribadi-pribadi anak di kemudian hari. Reaksi orang tua terhadap ketunanetraan anaknya pada umumnya dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
(a)    Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya.
(b)   Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak.
(c)    Overprotection atau perlindungan yang berlebihan.
(d)   Penolakan secara tertutup.
(e)    Penolakan secara terbuka.

Mengenai sikap guru sebagai penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murplhy (Kirtley, 1975) menunjukan bahwa pada umumnya para guru (guru umum dan guru PLB) cenderung mengesampingkan anak tunanetra. Namun diketahui pula bahwa para guru khusus (guru PLB) cenderung lebih bersikap positif terhadap anak tunanetra. Hasil penelitian ini juga dapat dimaklumi karena para guru biasa umumnya tidak pernah berhubungan dengan anak tunanetra, khususnya di kelas. Sementara itu hasil penelitian Sunaryo dan Sunardi memiliki sikap yang cukup positif terhadap anak luar biasa pada umumnya, termasuk tunanetra.

G.    Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra
Layanan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya sama dengan layanan pendidikan bagi anak awas hanya dalam teknik penyampaiannya disesuaikan dengan kemampuan dan ketidak mampuan atau karakteristik anak tunanetra.
1.     Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi layanan umum dan layanan khusus.
ð Layanan umum
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut:
v Keterampilan
v Kesenian
v Olahraga
ð Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain sebagai berikut:
F  latihan membaca dan menulis braille
F  latihan penggunaan tongkat
F  latihan orientasi dan mobilitas
F  latihan visual/fungsional penglihatan
2.     Tempat /Sistem Layanan
ð Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah berikut ini:
a)    Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra (SLB bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri yang dikhususkan bagi anak tunanetra.
b)   Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksudkan disini berbeda dengan SDLB yang ada dalam kurikulum 1994. SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu jenis kelainan, yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa.
c)    Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
ð Sekolah biasa/sistem integrasi.
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-PLB-an yang disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK),dan ruang bimbingan khusus untuk memberikan layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama dengan anak normal (awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat. Sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya yang menerima anak tunanetra (anak luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya, disebut sekolah terpadu. Apabila disekolah tersebut tidak terdapat bagi anak luar biasa maka secara otomatis sebutan sekolah terpadu tidak berlaku lagi (kembali disebut sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya). Melalui sistem pendidikan terpadu, anak tunanetra akan memperoleh keuntungan berikut:
a)     Memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengenyam pendidikan bersama-sama dengan anak awas lainnya.
b)     Kesempatan yang seluas-luasnya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi lingkungan dengan membiasakan diri berinteraksi dengan teman-temannya yang awas.
Bentuk keterpaduan dalam sistem pendidikan integrasi, sangat bervariasi. Kirk & Gallagher (1989:61-62) mengemukakan bentuk-bentuk keterpaduan/integrasi yang meliputi:
v Bentuk kelas biasa dengan guru konsultasi (regular classroom with consultant teacher)
v Kelas biasa dengan guru kunjungan (itinerant teacher)
v Kelas biasa dengan ruang sumber (resource room) atau ruang bimbingan khusus
v Kelas khusus (special class)

3.     Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra adalah berikut ini:
1)      Penempatan anak tunanetra
Dalam menempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
v Anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan guru dengan jelas.
v Memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memiliki tempat duduk yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya
v Anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif cerdas, agar terjadi proses saling membantu.
v  Tidak diperkenankan dua anak tunanetra duduk berdekatan, agar lebih terintegrasi dengan anak awas.
2)      Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki warna yang kontras. Pada alat peraga bahan cetakan, antara tulisan dan warna dasar kertas harus kontras.
3)      Ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anak low vision cukup mendapatkan cahaya/penerangan.



DAFTAR RUJUKAN

Efendi, Mohammad. 2005. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
file:///E:/alamat/CERPENIK%20%20Pengertian%20Tunanetra.htm
file:///E:/alamat/widiriyanti%20%20KARAKTERISTIK%20DAN%20PENDIDIKAN%20ANAK%20TUNANETRA.htm
http://herubox.blogspot.com/2012/07/definisi-karakteristik-dan-klasifikasi.html
www.eprints.uny.ac.id
www.file.upi.ac.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar