MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Manjemen Lembaga PAUD
yang dibina oleh Bapak Abdul Huda
Oleh
Asih
Mulkiatunnisa (130153600741)
Laras
Hana Padmasari (130153600719)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MARET
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI........................................................................................ i
KATA
PENGANTAR.......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan
Masalah.............................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN.................................................................... 2
A. Konsep
Dasar Pengawasan dalam Organisasi................................ 2
B. Teknik
dan Metoda Pengawasan................................................... 16
BAB III
PENUTUP............................................................................ 20
A. Kesimpulan
.................................................................................. 20
B. Saran............................................................................................ 20
Daftar
Rujukan.................................................................................... 21
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami
semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada kami
berupa makalah dengan judul “Pengawasan dalam Organisasi” pada mata
kuliah Manajemen Lembaga PAUD.
Semoga untuk ke depannya, makalah kami dapat dijadikan referensi dan sebagai
suatu wadah pengetahuan. Dalam penyusunan makalah ini kami yakin masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharap kepada para pendidik khususnya
dan para pembaca umumnya untuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka
penyempurnaan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya.
Semoga dengan terselesaikan makalah
ini menjadi amal sholeh bagi penulis dan hanya kepada Allah SWT penulis memohon
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang, 04 February 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanggung
jawab merupakan syarat utama dalam kepemimpinan. Tanpa memiliki tanggung jawab,
seseorang tidak akan mampu untuk menjadi pemimpin yang baik. Tanggung jawab
memiliki arti bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin harus mampu
mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan yang di ambilnya sesuai dengan
norma-norma etika, sosial, dan ilmiah yang dapat diterima dan disetujui oleh
berbagai pihak. Disini pengambilan keputusan merupakan tindakan berani untuk
mengambil resiko terhadap tantangan dan hambatan yang mungkin akan mempersulit
usaha-usaha pencapaian tujuan.
Seorang
pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kepemimpinan yang
diampunya. Dengan begitu upaya-upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan
organisasi dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Tentunya hal ini
tidak lepas dari peran pemimpin untuk selalu memberikan pengawasan terhadap
bawahannya. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen dalam suatu
organisasi yang berarti mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan dalam
organisasi. Dalam makalah ini akan membahas mengenai pengawasan dalam
organisasi. Pengawasan sebagai aspek yang penting untuk menjaga kestabilan dan
kefektifan pelaksanaan kegiatan dalam suatu organisasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar pengawasan dalam organisasi?
2. Bagaimana
teknik dan metoda dalam pengawasan?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
konsep dasar pengawasan dalam organisasi.
2. Menjelaskan
teknik dan metoda yang ada dalam pengawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Pengawasan dalam Organisasi
1.
Pengertian
Pengawasan
Definisi pengawasan
dalam manajemen adalah sebagai suatu
usaha sistematis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang
telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja pelaksanaannya
sejalan dengan standar tersebut dan
untuk mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber
daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin dalam upaya-upaya
mencapai tujuan. Berikut merupakan pendapat para ahli manajemen mengenai
pengerrtian pengawasan( Astuti dalam Teori Organisasi Umum, (http://pyia.wordpress.com/2010/01/03/tugas-teori-organisasi-umum/),
diakses pada tanggal 27 Februari 2014):
George R. Tery
(2006:395) mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah
dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu,
menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Robbin (dalam Sugandha,
1999 : 150) menyatakan pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang
sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas
dan pekerjaan organisasi.
Kertonegoro (1998 :
163) menyatakan pengawasan itu adalah proses melalui manajer berusaha
memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaannya.
Terry (dalam Sujamto,
1986 : 17) menyatakan pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai,
mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila
diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.
Dale (dalam Winardi,
2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama
dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti
memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa
yang direncanakan.
Admosudirdjo (dalam
Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada pokoknya pengawasan adalah keseluruhan
daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah
dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990:107)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan
daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya
semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
Kesimpulannya, pengawasan
merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan
dengan tujuan-tujuan perencanaan,merancang system informasi umpan
balik,membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya,menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan-tujuan organisasi.
2.
Tipe-tipe
pengawasan
Ada tiga tipe dasar
dalam pengawasan yaitu, pengawasan pendahuluan (feedforward controle),
pengawasan concurrent, dan pengawasan umpan-balik (feedback controle).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan
pendahuluan (feedforward controle)
Pengawasan pendahuluan
(feedforward control). Pengawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau
tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agrsif, dengan
mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu
masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah
terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan
informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam
lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.
Pengawasan pendahuluan meliputi pengawasan terhadap
hak-hal berikut:
·
Pengawasan pendahuluan terhadap sumber
daya manusia;
·
Pengawasan pendahuluan terhadap
bahan-bahan;
·
Pengawasan pendahuluan terhadap modal;
·
Pengawasan pendahuluan terhadap sumber
daya finansial.
b. Pengawasan
concurrent
Pengawasan yang
dilakukan bersama dengan pelaksanan kegiatan (concurrent controle). Pengawasan ini, sering disebut pengawasan “Ya- Tidak”, screening control atau “berhenti-terus”,
dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan
proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau
syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan disa di
lanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-check”
yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
c. Pengawasan
umpan-balik (feedback controle)
Pengawasan umpan balik
(feedback control). Pengawasan umpan
balik, juga dikenal sebagai past – action
controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.
Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan, dan
penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang yang
akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah
kegiatan terjadi.
Ketiga bentuk
pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen. Pengawasan pendahuluan dan “
berhenti – terus”, cukup memadai untuk memungkinkan manajemen membuat tindakan
koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangakan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya
keduanya mahal. Kedua, banyak kegiatantidak memungkinkan dirinya dimonitor
secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan
produktifitas berkurang. Oleh karena itu, manejemen harus menggunakan sistem
pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.
3.
Proses
Pengawasan
Dalam pengawasan,
proses merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pengawasan yang efektif dan
efisien. Menurut Murdick (dalam Fatah, 1996:101), pengawasan merupakan proses
dasar yang secara esensial bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Pada
dasarnya awal dari proses pengawasan adalah langkah menentukan perencanaan,
dengan penetapan tujuan, standar ataupun sasaran pelaksanaan dalam suatu
kegiatan. Proses dasar tersebut terdiri dari tiga tahap(dalam Fatah, 1996:
101-102), yaitu:
1. Menetapkan
standar-standar pelaksanaan kegiatan
Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan
pekerjaan (job performance) yang
terdapat dalam suatu organisasi. Standar ialah kriteria-kriteria untuk mengukur
pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun
kualitatif. Standar pelaksaaan (standard)
ialah suatu pernyataan mengenaikondisi-kondisi yang terjadi bila suatu
pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.Umumnya standar pelaksanaan pekerjaan bagi
suatu efektivitas menyangkut kriteria: biaya, waktu, kuantitas, dan kualitas.
Dengan mengadaptasi karya Kroonts dan O. Donnel, Murdick (dalam Fatah,
1996:101) mengemukakan lima ukuran kritis sebagai standar: 1.Fisik(kuantitas
atau kualitas sarana prasarana), 2. Biaya (biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan operasional), 3. Program (kegiatan yang akan dilaksanakan), 4. Pendapatan
( dana yang didapat dari sumber dana), dan 5.
Standar yang tak dapat diraba (intangible).Di
antara standar-standar yang telah dikemukakan, standar intangible merupakan
standar yang sulit diukur, biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas,
tetapi bisa dalam bentuk kualitas suatu organisasi yang memerlukan kualifikasi
tersendiri.
2. Pengukuran
hasil atau pelaksanaan kegiatan
Tahap kedua dari
proses pengawasan adalah menentukan pengukuran hasil/pelaksanaan kegiatan untuk
mengukur kegiatan nyata. Pengukuran ini berangkat dari penetapan
standar-standar pelaksanaan kegiatan. Dengan pengukuran, dapat mengukur hasil
dari penetapan standar yang telah dilakukan secara tepat. Pengukuran ini
hendaknya mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan biaya banyak, serta dapat
dipahamkan kepada seluruh anggota organisasi. Setelah frekuensi pengukuran dan
sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses
yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk mengukur
pelaksanan kegiatan dalam organisasi, diantaranya adalah menggunakan pengamatan
(observasi) dan dalam bentuk laporan-laporan, baik lisan maupun tertulis.
Metode dan teknik koreksinya dapat dilihat/dijelaskan
sesuai dengan klasifikasi fungsi-fungsi manajemen: 1) perencanaan: pengawasan
bertindak sebagai kriteria penilaian pelaksanaan kerja terhadap rencana. Tahap umpan
balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali rencana mengubah tujuan
atau mengubah standar, 2) pengorganisasian: pengawasan bertindak sebagai penialaian
dalam organisasi, seperti memeriksa apakah struktur organisasi yang ada itu
cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan
baik, dan apakah diperlukan penataan kembali orang-orang, 3) penataan staf
(personalia): pengawasan menilai penempatan sesuai dengan kemampuan dan jabatan
atau tugas yang sesuai antara lain melalui perbaikan sistem seleksi, perbaikan
sistem latihan, dan menata kembali tugas-tugas, 4) pengarahan: pengawasan
menilai kemampuan pemimpin untuk memotivasi anggotanya dengan mengembangkan
kepemimpinan yang lebih baik, meningkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan yang
sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan apakah kerja sama antara
pimpinan dan anak buah berada dalam standar. Pengawasan membantu penilaian
apakah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf (personalia), dan
pengarahan telah dilaksanakan secara efektif.
3. Menentukan
kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana
Tahap ini merupakan
tahap yang kritis dari proses pengawasan. Proses pembandingan pelaksanaan nyata
dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan akan
dianalisis untuk diketahui apakah terjadi penyimpangan atau tidak, serta besar
kecilnya penyimpangan dianalisis untuk diambil langkah selanjutnya yaitu
langkah pengoreksian. Bila analisis yang dilakukan terhadap penyimpangan
mengindikasikan untuk tindakan koreksi, maka tindakan ini harus segera
dilakukan. Koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini standar
mungkin akan diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan secara
bersamaan. Tindakan koreksi bisa berupa:
a. Mengubah
standar mula-mula (kemungkinan terlalu tinggi atau terlalu rendah)
b. Mengubah
pengukuran pelaksanaan (inspeksi/kunjungan yang terlalu sering frekuensinya
atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri)
c. Mengubah
cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi.
4.
Pengawasan
dan Konsep Sistem
a.
Pengawasan menurut paham klasik
Menurut paham klasik, pengawasan merupakan coercion atau
compeling artinya proses yang bersifat memaksa-maksa agar kegiatan-kegiatan
pelaksanaan dapat disesuaikan dengan rencan yang telah ditetapkan. Pengawasan
ini terjadi pada zaman penjajahan Belanda, dimana selalu dilakukan inspeksi
yang mencari-cari kesalahan para bawahan yang tidak sesuai dengan perintah
atasan, selain itu juga agar bawahan tetap tunduk terhadap perintah atasan.
b.
Pengawasan menurut konsep sistem modern,
cybernatic
Berlainan dengan paham klasik, pengawasan menurut konsep
didasarkan kepada kesadaran yang bersifat cybernetic atau sistem cybernatic,
yaitu sistem kesadaranyang memandang organisasi atau ekosistem sebagai mesin
homeostatic yangbekerja secara otomatis. Faham pengawasan sebagai suatu sistem
cybernetic adalah sebagai thermostat (pengukur suhu) merupakan sistem yang
mengatur diri sendiri. Prinsip dasar yang menjadi kunci dalam sistem pengawasan
adalah umpan balik (feedback). Karakteristik pokok sistem cybernetic: 1) menentukan
keseimbangan (equilibrum); 2) menerima perubahan-perubahan di dalam lingkungan
sebagai umpan balik terhadap sistem; 3) memindahkan informasi lingkungan
eksternal ke dalam sistem; dan 4) melakukan tindakan korektif yang cepat
tatkala output beroksilasi di luar batas kesadaran.
5.
Informasi
dan Pengawasan
Dalam manajemen, penyaluran informasi merupakan sarana
bagi berlangsungnya pelaksanaan kegiatan dengan efektif dan efisien. Untuk
melakukan pengawasan pun diperlukan informasi yang tepat dan akurat untuk
menganalisis berbagai penyimpangan yang terjadi, yang kemudian pimpinan
organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat dan terbaik bagi organisasi.
a.
Pengawasan sebagai suatu sistem
informasi
Sesuai dengan pengertian pengawasan yaitu menetapkan
standar pelaksanaan pekerjaan, pengukuran pelaksanaan dibandingkan dengan
standar atau mengoreksi kesenjangan-kesenjangan maka proses pengawasan tidak
akan terlaksana tanpa informasi. Oleh karena itu, sistem pengawasan harus
dipandang sebagai suatu sistem informasi, karena kecepatan dan ketepatan
tindakan korektif sebagai hasil akhir proses pengawasan bergantung pada
macamnya informasi yang diterima.
b.
Jenis-jenis informasi
Karakteristik
informasi untuk pelaksanaan pengawasan berbeda dengan informasi yang diperlukan
untuk perencanaan. Perencanaaan tekanannya pada struktur masa depan, sedangkan
pengawasan tekanannya pada hal yang baru saja terjadi dan
kecenderungan-kecenderungan yang khusus.
Umumnya
informasi pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pemasaran pemakaian jasa/barang yaitu informasi yang
berhubungan dengan kemajuan rencana kebutuhan antara lain menyangkut kuota
daerah pemasaran tenaga. Informasi pemasaran pada dasarnya adalah untk mengukur
rencana pemasokan dengan pelaksanaan; 2.Pabrikyaitu informasi yang dipakai untuk mengukur
pelaksanaan terhadap rencana keuangan organisasi.Katagorinya menyangkut tenaga,
bahan-bahan dan inventoris serta persediaan barang; ersonal yaitu 3.Personalyaitu informasi yang berhubungan dengan
tindakan pelaksanaan kerja personal; 4.Keuanganyaitu informasi yang berhubungan dengan
pelaksanaan rencana keuangan, perputaran uang kas; 5.Riset, pengembangan, dan permesinan yaitu informasi
yang menyangkut hasil penelitian pengembangan dan teknik permesinan.
6. Pengawasan
yang Efektif
Sistem informasi menajemen (MIS) memainkan peranan
penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi menajemen perencanaan dan pengawasan
dengan efektif. MIS dapat didefenisikan sebagai suatu metode formal pengadaan
dan penyediaan bagi menajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan
tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan
fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi dilaksanakan
secara efektif. MIS adalah sistem pengadaan, pemrosesan, penyimpanan dan
penyebaran informasi yang direncanakan agar keputusan-keputusan menajemen yang
efektif dapat dibuat. Sistem menyediakan informasi yang lalu, sekarang dan yang
akan datang serta kejadian-kejadian di dalam dan di luar organisasi.
Pengawasan
yang efektif didasarkan pada system informasi manajemen (MIS) yang efektif.
MIS dapat ditetapkan sebagai
metode formal untuk memberikan informasi formal yang dibutuhkan oleh manajer
agar dapat melaksanakan tugas secara efektif.
Nilai informasi yang
diberikan oleh MIS tergantung pada kualitas, kuantitas, dapat diperoleh setiap
saat, dan relevan dengan kegiata manajemen.
Informasi yang dibutuhkan
oleh manajer berbeda-beda bergantung pada tingkat hierarki mereka. Misalnya,
manajer puncak membutuhkan informasi perencanaan strategic, manajer menengah
membutuhkan sumber-sumber informasi baik yang berasal dari luar maupun dari
dalam, manajer tingkat bawah yang berurusan dengan pengendalian operasi sering
memerlukan informasi yang akurat dan yang sangat rinci, dan sebagian besar
bersumber dari dalam.
` Konsep MIS berhubungan erat dengan
teknologi komputer, yang mencakup kapasitas komputer, program dan bahasa program,
terminal jarak jauh, disket, dan lain-lainnya. Organisasi mungkin mempunyai MIS
tanpa komputer, tetapi sistem akan kehilangan sebagian “keampuhannya” tanpa
bantuan komputer. Jadi pada dasarnya MIS membentu menajemen melalui penyediaan
personalia yang tepat dengan jumlah yang tepat dari informasi yang tepat pula
pada waktu yang tepat.
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi
kriteria tertentu. Kriteria-kriteria utama adalah bahwa sisitem seharusnya 1)
mengawasi kegiatan-kegiatn yang benar, 2) tepat waktu, 3) biaya yang efektf, 4)
tepat-akurat, dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan. Bila pemenuhan
kriteria-kriteria tersebut semakin baik, maka semakin efektiflah sistem
pengawasan yang dilakukan. Menurut Handoko (2004:373-374) karakteristik-karakteristik
pengawasan yang efektif adalah sebagai berikut:
1.
Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan
haru akurat. Data yang tidak akurat dari sitem pengawasan dapat menyebabkan
organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan menciptakan
masalah yang sebenarnya tidak ada.
2.
Tepat-waktu. Informasi harus
dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan
harus dilakukan segera.
3.
Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus
mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.
4.
Terpusat pada titik-titik pengawasan
strategik. Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang di
mana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang
akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5.
Realistik secara ekonomis. Biaya
pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama,
dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.
6.
Realistik secara organisasional. Sitem
pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
7.
Terkoordinasi dengann aliran kerja
organisasi. Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja
organisasi, karena 1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi
sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan 2) informasi pengawasan harus
sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya.
8.
Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai
fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun
kesempatan dari lingkungan.
9.
Berrsifat sebagai petunjuk dan
operasional. Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau
deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang harus diambil.
10.
Diterima para anggota organisasi. Sistem
pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi
dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.
Pengawasan
yang efektif harus melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas sampai
tingkat bawah, dan kelompok-kelompok kerja.Konsep pengawsan efektif ini mengacu
pada pengawasan mutu terpadu atau Total
Quality Controle (TQC). Fingenbaum (1991) menyatakan bahwa TQC sebagai
suatu system untuk memadukan bermacam-macam kualitas (pemeliharaan, perbaikan,
pengembangan) produksi, dan pemasarannya dengan tingkat haraga paling ekonomis
tetapi dapat memberikan kepuasan bagi para pemakainya.
Di
dalam dunia pendidikan TQC akan dapat efektif, jika pada setiap tingkatan
pendidikan mempunyai keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok kerja
(guru) dan pimpinan dalam melakukan pengawasan mutu. Partisipasi penuh setiap
tingkatan atau kelompok dalam melakukan pengawasan mutu biasanya disebut dengan
Gugus Kendali Mutu (GKM) yang bertujuan menjamin keberhasilan pengendalian mutu
terpadu. Prinsip yang dipergunakan adalah kontribusi setiap
anggota dan ide yang diterima dipertimbangkan yang relevan dengan program dan
nilai-nilai yang dimiliki. Dalam hal ini tidak dikenal hubungan atasan bawahan,
tetapi kita yang komitmennya sama demi perbaikan mutu.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan jika pengawasan ini dapat berfungsi efektif
dalam bidang pendidikan (Fatah, 1996:106-107), antara lain:
a. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan criteria
yang dipergunakan dalam system pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas,
efisiensi, dan produktifitas. Tujuan-tujuan pendidikan dalam berbagai
tingkatan, mulai Tujuan Pendidikan Nasional (GBHN), Tujuan Institusional,
Tujuan Kurikuler, Tujuan-tujuan mata pelajaran (TIU,TIK). Agar standar
pengawasan pendidikan ini berfungsi efektif semua itu harus dipahami dan
diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bagian, integral, misalnya
system EBTANAS sebagai standar kendali mutu pendidikan haris dianggap normal
dan perlu.
b. Sulit, tetapi srandar yang masih dapat dicapai harus
ditentukan.ada dua tujuan pokok, yaitu: 1) untuk memotivasi, dan 2) untuk
dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan
ini efektif akan dapat memoyivasi seluruh anggota untuk mencapai prestasi yang
tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai reaksi, maka daya upaya
untuk mencapai standar yang sulit mungkin dapat membangkitkan semangan yang
lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang harus dipenuhi itu hanya
standar yang mudah. Namun demikian, jika target terlampau tinggi atau terlalu
sulit lemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh karena itu, tidak
menetapkan standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan prestasi
belajar/pendidikan, malah sebaliknya, menurunkan prestasi.
c. Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan
kebutuhan organisasi. Disini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi,
seperti susunan, peraturan, kewenangan, dan tugas-tugas yang telah digariskan
dalam uraian tugas (job description).
d. Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika
pengawasan terhadap karyawan terlampau sering, ada kecenderungan mereka
kehilangan otonominya dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan.
Di beberapa segi dianggap bahwa pengawasan itu sedemikian ketatnya, sehingga
karyawan cenderung mulai berpikir untuk melakukan pembelaan diri daripada
berusaha menunjukkan prestasi kerja yang baik.
e. System pengawasan harus dikemudi (steering controls)
tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya
system pengawasan menunjukkan kapan, dan di mana tindakan korektif harus
diambil. Masalahnya pengawasan mempunyai implikasi emosional dan motivasional
yang berhubungan dengan konsekuensi fungsional dan disfungsional.
f. Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan,
artinya tidak hanya mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan
alternative perbaikan, menentukan tindakan perbaikan.
g. Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan
masalah, yaitu: menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan
penaggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mencegah
timbulnya masalah serupa.
7. Evaluasi
Program
Evaluasi
adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat criteria yang disepakati
dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut TR Morrison (Abdjul, 1982 dalam Fatah
(2009):107) ada tiga factor penting dalam konsep evaluasi, yaitu: pertimbangan
(judgement), deskripsi obyek penilaian, dan criteria yang bertanggung jawab (defensible criteria). Aspek keputusan
itu yang membedakan evaluasi sebagai suatu kegiatan dan konsep dari kegiatan
dan konsep lainnya, seperti pengukuran (measurement).
Dalam hubungannya dengan manajemen pendidikan, tujuan evaluasi antara lain:
1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu
periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang
perlu mendapat perhatian khusus.
2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien
yang membawa organisasi kepada penggunaan sumber daya pendidikan
(manusia/tenaga, sarana/prasarana, biaya) secara efisiensi ekonomis.
3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan,
penyimpangan dilihat dari aaspek tertentu misalnya program tahunan, kemajuan
belajar.
Pengkajian
tentang evaluasi di sini lebih terfokus pada evaluasi program karena dikaitkan
dengan kepentingan pimpinan/manajer.Sebagaimana bidang-bidang lainnya evaluasi
program menggunakan konsep-konsep penting dan khusus sebagai alat analisa.
Konsep-konsep itu meliputi:
Populasi sasaran (target population), yaitu kelompok
yang dituju sebagai suatu sasaran.
Evaluasi Komprehensif (comprehensive evaluation),
yaitu evaluasi yang mencakup monitoring, menilai dampak dan analisis manfaat
biaya (cost benefit).
Cost Benefit Analysis adalah studi hubungan antara
ongkos/biaya dan hasil/manfaat dari program yang dinyatakan dalam bentuk uang
(analisis keuntungan).
Analisis keefektifan biaya (cost effectiveness
analysis) yaitu studi tentang hubungan antara ongkos dan hasil program yang
dinyatakan dengan biaya per unit hasil yang dicapai.
System penyampaian (delivery system) yaitu pengaturan
organisasi mencakup staf, prosedur, dan kegiatan, sarana fisik dan bahan-bahan
yang diperlukan untuk menjalankan program.
Perencanaan, yaitu proses menjabakan tujuan-tujuan
umum ke dalam tujuan-tujuan khusus bagi populasi sasaran yang relevan.
Unsure-unsur program,yaitu aspek-aspek yang jelas dan
diskrit dari suatu program.
Efek-efek yang mengacaukan (confouding), yaitu hasil
yang mengaburkan efek sesungguhnya dari suatu program.
Hasil netto, yaitu dampak suatu program sesudah
dikeluarkan efek pengacau.
Efek stokastik (stochhastic effects), yaitu fluktuasi
pengukuran yang disebabkan factor kebetulan (chance).
1.
Unsur-unsur
program
Pada
umumnya, unsure program dapat ditentukan dengan dua carapendekatan, yaitu
pendekatan structural dan fungsional. Unsur-unsur program suatu pendekatan strukural:
·
Tujuan
program;
·
Seleksi
dasar kegiatan belajar;
·
Rasional
dan pendekatanterhadap evaluasi;
·
Karakteristik
siswa (kemampuan
Unsure-unsur program pendek atau fungsional, yaitu:
·
Iklim
kelas;
·
System
penunjang administrasi;
·
Karakteristik
guru;
·
Gaya
implementasi.
Sedangkan
pendekatan fungsional dapat dipertimbangkan dalam menilai keseluruhan program
suatu sekolah. Berbeda dengan pendekatan structural yang mementingkan komponen
utama, tetapi pendekatan fungsional menekankan pada fungsi-fungsi utama dari
suatu program, misalnya:
·
Evaluasi
dan seleksi;
·
Diagnosis
dan remedial;
·
Penjadwalan;
·
Kompetensi
fisik;
·
Fungsi
kepustakaan / sumber bacaam;
·
Penempatan
kerja;
·
Latihan
jabatan;
·
Testing
2.
Pengumpulan
data unsur program
Kegiatan yang diperlukan adalah mengumpulkan data tentang
program dan mengorganisasi bahan secara sistematik. Deskripsi program dibedakan
dua tingkat yaitu, persepsi dan realitas. Persepsi merupakan apa yang dipandang
oleh orang-orang yang dikenai program merupakan hakikat program. Realita adalah
berdasarkan observasi terhadap program, apakah yang dipandang evaluator
merupakan tujuan aktual program.
Contoh: Teknik Koleksi
Data
Unsur
program
|
Persepsi
|
Operasional
|
Observasi
Kegiatan
belajar
Seleksi
isi
Evaluasi
Iklim
Karakteristik
siswa
Penunjang
administrasi
Gaya
interpretasi
|
Kuisioner
Interview
Analisis
dokumen
|
Observasi
langsung
Analisis
hasil
Interview
Analisis
interaksi
Etenografi
Simulasi
Catatan
harian
Teknik
kritikal harian
|
3.
Kriteria evaluasi
Ada beberapa kriteria yang dipilih untuk digunakan dalam
evaluasi yang berfungsi sebagai acuan pengkajian. Jika kerangka acuan spesifik,
misalnya mengevaluasi segi-segi efisiensi ekonomis maka seperangkat kriteria
yang relevan akan dipalih untuk dipergunakan. Jika kerangka acuan luas dan
tidak didefinisikan, misalnya evaluasi sebanyak mungkin aspek-aspek
program-program, maka evaluator memilih lebih banyak perangkat kriteria yang
relevan. Ada dua jenis kriteria yang
dapat dipergunakan dalam evaluasi program, yaitu kriteria internal dan
eksternal. Kriteria internal adalah
standar yang dapat diaplikasikan terhadap suatu program dalam kerangka program
itu sendiri. Kriteria eksternal adalah
standar yang diterapkan terhadap suatu program dari suatu sumber diluar
kerangka program.
a.
Kriteria internal
1) Kriteria
internal yang dipergunakan, yaitu koherensi. Koherensi adalah konsistensi si
antara unsur-unsur yang bertautan, misalnya evaluasi kurikulum dapat dianalisi
dari :
·
Koherensi antara tujuan dan evaluasi,
·
Keherensi anatara tujuan dan kegiatan
belajar,
·
Koherensi kegiatan belajar dan evaluasi,
·
Koherensi antara tujuan dan isi
pelajaran.
2) Kriteria
internal yang dipergunakan, yaitu penyebaran sumber. Apakah sumber-sumber
manusia yang tersedia dan kemampuannya yang dispesifikasi dalam program. Banyak
program-program di sekolah mengalami kegagalan bukan karena desain yang tidak
tepat, melainkan kurang tepat memilih para pelaksana. Dalam mengajar kelompok
misalnya, siapa yang dipilih sebagai pemimpin. Jika pemimpin yang dipilih tidak
berorientasi pada kerjasama, maka pengelolaan kelompok untuk mencapai
kesepakatan seluruh tim akan tidak efektif.
3) Tanggapan
pemakai, sikap dan reaksi pemakai yang berpartisipasi dalam program sering
menjadi kriteria. Dari segi pemakai dapat dijadikan kriteria, misalnya
kepuasan, urunan terhadap tujuan, minat.
4) Tanggapan
penyedia, yaitu mengacu kepada tanggapan pihak yang menyediakan program,
dinilai dengan kriteria yang dijabarkan dari tujuan-tujuan program yang
ditetapkan.
5) Keefektifan
penggunaan biaya (cost effectiveness), yaitu mengkuatifikasikan penggunaan
biaya program dan keuntungan-keuntungan. Akan tetapi, tidak perlu dinyatakan
dalam bentuk uang. Misalnya, keefektifan penggunaan biaya program
pendistribusian buku paket, setiap Rp 500.00,00 biaya program, nilai skor
rata-rata sebesar satu ringkat kelas didalam analisis kefektifan biaya,
keluaran atau keuntungan dinyatakan dalam arti hasil nyata yang berlainan dari
nilai uang. Dengan kata lain keefektifan dapat ditentukan dengan jalan mengaitkan
nilai uang dari sumber atau biaya yang dimaksudkan kedalam program.
Banyak cara untuk menghitung
pertimbangan biaya dan keuntungan. Dalam program-program pendidikan umumnya
biaya berkenaan dengan pengeluaran untuk personil, vasilitas, material, perlengkapan,
dan sub kategori dari masing-masing kategori. Dalam memaparkan biaya program
yang penting menunjukan angka-angka kasar mapun perbandingannya terhadap
keseluruhan dana program yang anggarkan, misalnya dalam bentuk persentase.
Keuntungan dijabarkan dari tujuan-tujuan program dalam bentuk standar bebas
seperti prestasi yang ada kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan.
6) Kemampuan
generatif, adalah kemampuan program membuahkan hasil-hasil positif yang tidak
diperhitungkan sebelumnya. Misalnya, menghasilkan seperangkat ide-ide yang
terbukti jauh lebih bermanfaat daripada yang ada pada tujuan-tujuan yang
dinyatakan semula pada program.
7) Dampak,
yaitu efek lebih dibandingkan dengan yang mungkin terjadi secara alamiah, yaitu
tanpa kehadiran program. Yang dijadikan tolak ukur menilai dampak program ialah
mengidentifikasi ukuran hasil yang mencerminkan ukuran hasil.
b.
Kriteria eksternal
1) Pengarahan
kebijakan, biasanya program-program yang harus dilaksanakan dalam kerangka
pengarahan kebijakan tertentu. Misalnya: penataran dan lokakarya, seberapa jauh
program penataran dan lokakarya itu setia kepada pengarahan kebijakan yang
ditentukan oleh proyek (pimpinan proyek).
2) Cost
Benefit Analysis, yaitu menghendaki perkiraan keuntungan-keuntungan program
baik yang segera tanpak maupun yang tidak segera tanpak, dan biaya pelaksanaan
program, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Standar ukuran
biasanya uang (monetary unit). Keuntungan adalah satuan hasil (outcome unit)
yang diperoleh dari program yang mungkin terdiri dari meningkatkan
tanggungjawab masyarakat, atau meningkatnya produktivitas. Biaya dalam masukan
program, yakni sumber-sumber yang diperlukan untuk pelaksanaan program
misalnya: gaji, bahan, ongkos perjalanannya. Keuntungan dan biaya dapat dibandingkan
dengan menghitung salah satu dibawah ini:
·
Perbandingan keuntungan dengan biaya
(benefit cost) yaitu keuntungan dibagi biaya.
·
Keuntungan bersih (net benefit) :
kenuntungan dikurangi biaya.
·
Laju pengembalian internal (internal
rate of return) yaitu keuntungan dan dihasilkan satuan infestasi.
Analisis keuntungan biaya ini dapat dipergunakan dengan syarat
:
·
Program mempunyai pembiayaan tersendiri.
·
Program bukan lagi pada taraf
perkembangan dan terdapat kepastian tentang hasil.
·
Besarnya dampak yang ditaksir.
·
Keuntungan dapat dikuantifikasikan.
·
Alternatif program dipertimbangkan dan
efisiensi merupakan satu kriteria dalam keputusan.
3) Efek
pelipat gandaan (multiplier effects)
disini diartikan bahwa efek pelipat ganda sebagai dampak atas serangkaian kelompok
sasaran. Biasanya program mempunyai lebih dari satu sasaran. Meskipun yang
dimaksud mempunyai satu kelompok sasaran, program itu menghasilkan efek bagi
kelompok sasaran lain. Misalnya program pendidikan lingkungan tujuannya
kelompok siswa, tetapi kelompok lain secara tidak langsung telah terpengaruh;
orangtua siswa, saudara-saudara dari sistem, masyarakat setempat. Dampak ini
melipatgandakan program. Karena itu sering suatu evaluasi dirancang utnuk
mencoba mengungkap efek pelipat ganda yang dimaksud.
4) Prinsip
evaluasi
a. Prinsip
berkesinambungan, artinya evaluasi dilakukan secar berlanjut.
b. Prinsip
mengeluarkan, artinya keseluruhan aspek dalam program (komponen) dievaluasi.
c. Prinsip
objektif, artinya evaluasi mempunyai tingkat kebebasan dari subyektivitas atau
bias pribadi evaluator.
d. Prinsip
keterandalan dan sahih, yaitu mengandung internal konsistensi dan benar-benar
mengukur apa yang harus diukur.
e. Prinsip
penggunaan kriteris, yaitu kriteria internal dan eksternal untuk evaluasi
program, dan untuk evaluasi hasil belajar, biasanya digunakan kriteria standar
patokan (mutlak) dan kriteria normal (standar relatif).
f. Prinsip
kegunaan, artinya evaluasi yang dilakukan hendaknya sesuatu yang bermanfaat,
baik untuk kepentingan pimpinan, maupun bawahan.
B.
Teknik
dan Metoda Pengawasan
Pengawasan sebenarnya mengandung arti sebagai penjaga
stabilitas dan ekuilibrum (keseimbangan). Keseimbangan ini dapa terjadi apabila
seorang manajer (disini adalah sebagai pengawas) dituntut untuk selalu dapat
merubah substansi pekerjaan atau standar yang digunakannya dalam mengukur
pelaksanaan pengawasan. Penggunaan berbagai teknik dan metoda pengawasan
hendaknya digunakan secara simultan, tidak berdiri sendiri.
1.
Perbedaan
Tipe Metoda Pengawasan
Metoda pengawasan tersiri dari 2
kelompok, yaitu meoda bukan kuantitatif dan metoda kuantitatif.
a. Metode
Pengawasan Non-Kuantitatif
Metoda-metoda ini merupakan metoda pengawasan yang
digunakan manajer dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Pada umumnya, hal
ini mengawasai keseluruhan (overall)
“performance” atau kinerja dari organisasi. Dan sebagian besar mengawasi sikap
“performance” atau kinerja anggota (karyawan). Teknik-teknik yang sering
digunakan meliputi: 1) pengamatan
(control by observation), 2) inspeksi teratur dan langsung (control by
regular and spot inspection), 3)
pelaporan lisan dan tertulis (control by report), 4) evaluasi pelaksanaan, dan
5) diskusi antara manajer dan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan. Ukuran-ukuran
tersebut biasanya digunakan dalam pengarahan dan pengawasan satuan kerja.
b. Teknik-teknik
Pengawasan Kuantitatf
Sebagian besar teknik-teknik kuantitatif cenderung untuk
menggunakan data khusus dan metoda-metoda kuantitatif untuk mengukur dan
memeriksa kuantitas dan kualitas keluaran
(output). Metoda-metoda tersebut tersiri dari:
1) Penganggaran
(budgetting)
2) Audit
anggaran
2.
Penggunaan
Anggaran dalam Pengawasan
Anggaran (budget) merupakan peralatan pengawasan yang
digunakan sangat meluas baik dalam
berbagai organisasi. Penyiapan anggaran adalah suatu bagian integral
dari proses perencanaan, dan anggaran itu sendiri adalah hasil akhir proses
perencanaan, atau pernyataan rencana. Anggaran adalah laporan-laporan formal
berbagai sumber daya keuangan yang disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu selama periode waktu yang ditetapkan. Anggaran menunjukkan
pengeluaran, peneriamaan, atau laba yang direncanak di waktu yang akan datang.
Anggaran mencerminkan sasaran, rencana, dan program-program organisasi yang
dnyatakan dalam bentuk bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi sumber di
mana pelaksanaan di waktu yang akan datang diukur.
Anggaran
adalah bagian fundamental dari banyak program pengawasan organisasi.Setelah
anggaran direncanakan, pengukuran dilakukan dan dibandingkan dengan jumlah yang
dianggarkan secara periodic.Manajemen dapat menggunakan standar ini sebagai
standar pelaksanaan yang jelas dan tidak mendua.Standar ini biasanya dalam
bentuk moneter (rupiah), yang mudah digunakan sebagai penyebut bagi berbagai
jenis kegiatan organisasi-personalia, pembelian, manufacturing, pemasaran, dan
sebagainya- dan dapat juga digunakan bagi system akuntansi organisasi yang ada
untuk meliput seluruh departemen. Selain menjadi alat perncanaan dan pengawasan anggaran
juga merupakan alat utama pengkoordinasian kegiatan-kegiatan organisasi.
Interaksi antara manajer dan bawahan selama proses penyusunan anggaran akan
membantu penentuan dan integrasi kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan para
anggota organisasi.
Pengawasan
anggaran (budgetary control) adalah suatu system penggunaan bentuk-bentuk
sasasran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi
kegiatan-kegiatan manajerial, dengan melakukan perbandingan pelaksanaan nyata
dan pelaksanaan yang direncanakan.Jadi, perencanaan anggaran adalah penetapan
standar sebagai langkah perrtama dalam pengawasan.
Pengawasan anggaran
merupakan aplikasi sederhana dan langsung dari prinsip-prinsip proses
pengawasan. Anggaran disusun, kemudian laporan penerimaan dan pengeluaran nyata
dibuat.Setiap jenis anggaran kemudian dibandingkan dengan pelaksanaan nyata,
dan penyimpangan-penyimpangan (variances) dapat dicatat.Hal ini memungkinkan
manajer mempunyai informasi yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan korektif,
seperti 1) menaikkan penerimaan, 2) mengurangi pengeluaran, atau 3) memperbaiki
anggaran.
3. Penggunaan
Pemeriksaan Akuntan (Auditing) Untuk Pengawasan
Metoda
pengawasan efektif lainnya adalah dengan pemeriksaan akuntan (auditing), yaitu
suatu proses sistematik untuk memperoleh bukti secara objektif tentang
pernyataan-pernyataan berbagai kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan terssebut dengan criteria yang
telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-hasilnya kepada para
pemakai yang berkepentingan. Upaya pemeriksaan ini bertujuan untuk membuktikan
efektivitas, ketepatan, kebenaran, dan kejujuran pernyataan-pernyataan itu yang
biasanya berbentuk laporan-laporan. Secara tradisional, pemeriksaan akuntan
berarti penilaian bebas (independent) terhadap kebenaran dan kejujuran
laporan-laporan keuangan organisasi. Alat pengawasan ini dapat dibagi menjadi
tiga kategori: (1) pemeriksaan akuntan publik (audit ekstern), dan (2)
pemeriksaaan intern (audit intern).
Pemeriksaan akuntan ekstern (external auditing) adalah
pemeriksaan secara obyektif terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi yang lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyejikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan
atau organisasi itu. Audit ekstern dilakukan oleh akuntan publik atau
kantor-kantor akuntan yang telah didaftar negara. Tujuan pemeriksaan adalah
bukan menyiapkan laporan keuangan perusahaan, tetapi untuk menilai kewajaran
informasi yang tercantum di dalam laporan keuangan. Atau dengan kata lain,
pemeriksaan akuntan ekstern bertujuan untuk menentukan secara obyektif dapat
dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan manajemen di dalam laporan. Oleh
karena itu pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan oleh pihak yang bebeas dari
pengaruh manajemen dan harus dapat dipercaya ditinjau sari sudut profesinya.
Hasil pemeriksaan disajikan dalam bentuk laporan pemeriksaan akuntan yang
biasanya terikat pada bentuk standar dan mengatur prinsip-prinsip akuntansi
yang telah disetujui (di Indonesia – prinsip-prinsip akuntansi indonesia – yang
di tetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia).
Pemeriksaan intern (internal auditing), di lain pihak,
merupakan kegiatan penilaian bebas yang terdapat dalam organisasi yang
dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan-kegiatan lain,
untuk memberikan jasa kepada manajemen. Tujuan pemeriksaan intern adalah
membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka,
dengan cara menyejikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar
penting mengenai kegiatan-kegiatan mereka. Pemeriksaan intern berhubungan dengan
semua tahap kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanyaterbatad pada pemeriksaan
terhadap catatan-catatan akuntansinya saja, tetapi juga struktur keuangan
perusahaan, dan mencakup penilaian tidak hanya ketepatan atau efektifitas
tetapi juga efisiensi operasional (operational auditing). Untuk mencapai tujuan
tersebut, pemeriksaan intern melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut:
1) Pemeriksaan
dan penilaian terhadap baik tidaknya pengendalian akuntansi dan pengendalian
administratif dan mendorong penggunaan cara-cara efektif dengan biaya minimum.
2) Menentukan
sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijaksanaan manajemen atas dipatuhi.
3) Menentukan
sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi
dari segala macam bahaya kerugian.
4) Menentukan
dapat dipercaya tidaknya informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian di
perusahaan.
5) Memberikan
rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Pemeriksaan intern dapat dilakukan sebagai suatu proyek
terpisah yang ditugaskan kepada beberapa personalia departemen keuangan, atau
departemen lainnya, atau staf bagian pemeriksaan intern. Pemeriksaaan intern
mempunyai ruang lingkup lebih luas dan pelaksanaannya tergantung pada
kebijaksanaan perusahaan. Penerapan teknik auditing sebagai suatu cara
penilaian efektivitas manajemen secara keseluruhan disebut audit manajemen.
Audit manajemen memeriksa tidak hanya sistem pengawsan organisasi tetapi juga
meliputi kebijaksanaan, program, penggunaan wewenang, prosedur dan metoda
operasi, prosedur keuangan, fasilitas-fasilitas fisik, serta kualitas dan
efektivitas metoda-metoda manajerial lainnya. Informasi yang didapatkan dari
audit manajemen sangat membantu manajer untuk menjamin bahwa seluruh
kebijaksanaan dan prosedur sesuai dengan tujuan organisasi, walaupun dalam pelaksanaannya
mempunyai batasan-batasan biaya, ketrampilan dan taktik.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pengawasan dalam manajemen adalah sebagai suatu usaha sistematis untuk
membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan
terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja pelaksanaannya sejalan dengan standar tersebut dan untuk
mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya
manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin dalam upaya-upaya
mencapai tujuan.Fungsi pengawasan menejerial itu sendiri berhubungan dengan
fungsi-fungsi menejerial yang lainnnya. Pengawasan dalam menejemen itu sendiri
mempunyai tipe-tipe, tahap-tahap, karakteristik pengawasan yang efektif,
tehnik, metode, serta alat bantu untuk mencapai tujuan pengawasan itu sendiri.
Dengan berkembangnya peraturan atau ketetapan baru tantang pengawasan dalam
menejemen kita tidak hanya melihat kinerja para staf-staf, dan anggota dalam
menejemen saja akan tetapi mencari jalan keluar apabila terjadi permasalahan.
Para pengawas berkewajiban memberi bimbingan, pembinaan, serta
petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Agar semua staf serta anggota-anggota dapat
melaksanakan tugasnya.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah
ini refrensi yang digunakan oleh penulis terbatas tetapi sudah cukup. Apabila
pembaca ingin menambah dari referensi yang lebih banyak dan baru itu akan lebih
baik. Untuk pembuatan makalah selanjutnya penulis menyarankan refrensi yang
lebih banyak lagi.
Daftar
Rujukan
Astuti,
Novia dalam Teori Organisasi Umum (online) (http://pyia.wordpress.com/2010/01/03/tugas-teori-organisasi-umum/), diakses pada
tanggal 27 Februari 2014.
Handoko,
Tani. 2004. Manajemen (edisi lima).
Yogyakarta: UGM
Purwanto,
Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim
Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2009. Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.